Kepada Lelaki Yang Mencintai Patah Hati (1)

Dari mana semua bermula?

Adalah cangkir kopi berampas luka hati yang tersuguhkan pada perbincangan pertama, saat pagi hendak menyanyikan harapan-harapan yang diulang saban hari. 

Dan kita adalah cinta yang berjihad melawan trauma, begitu kata Joko Pinurbo yang kau bacakan lantang saat sinar matahari mulai terang.

Selanjutnya, sesapan sesapan menjadi pembuka malam yang kita seduh dalam diam, menemani setiap percakapan dan memori yang kita jerang dalam bait-bait kesepian.

Namun cerita hanya tetap cerita

Kita bergerilya menentang wacana yang tak kunjung nyata. Bahwa jarak itu bukan jauh yang terbentang, namun ingin yang tak cukup matang. 

Esok, dan lusa hingga besok lusa tetap memberikan kemungkinan-kemungkinannya terkikis janji yang menolak ingkar, hingga akhirnya gugur juga. 

Lalu kau duduk di atas sabar, mengusap kepalaku lewat kabar, sedang dadaku kian bergetar oleh rindu yang makin terbakar.

Lantas, bagaimana kita?

Kurang atau lebih, setiap rezeki perlu dirayakan dengan secangkir kopi, tulis Joko Pinurbo yang kau ucap berulang kali setiap air mataku bertanya kapan mimpi akan terjadi. 

Kita ada dalam doa, asa masih tercengkram dalam genggaman dan cinta yang mulai tumbuh pelan-pelan telah cukup membuat kita bertahan, ucapmu lagi sambil menyecap kopi sendirian

Anggukan pelan menjawab angan yang mulai padam, sambil bertanya apakah hasrat yang kurang niat atau memang takdir yang berjalan lambat. 

Komentar