Kami, Manusia masa kini



Biarkan kami menyebut diri kami “Manusia Modern”

Kami adalah yang lahir dalam kemajuan, ketika dunia berlari dan kami mengejar. Tak ada kata pelan atau menikmati sebab semua adalah keteraturan yang harus ditaati meski itu hanya sebuah norma keterkinian. Karena kami takut disebut manusia ketinggalan zaman. Maka dari itu kami mendewakan kecanggihan

Bekerja bagi kami adalah di dalam ruangan atau bersafari. Atau membuat sebuah kafe dan tempat ngopi karena itu yang sedang tren saat ini. Kami tak peduli kenapa kami membuat itu semua sebab menurut kami usaha itu yang sedang disukai. 

Teman kami yaitu mereka yang ada dalam daftar teman akun media sosial. Yang lebih mudah dihubungi melalui dunia maya dibandingkan dunia nyata. Kami tak perlu bertatap muka sebab kiriman jempol atau penanda foto adalah pengganti itu semua. Pertemanan kami sangat kuat, meski terpisah jarak kami tetap bertukar kabar. Itu sebabnya kami tidak butuh bertemu di dunia nyata, jika pun terjadi, kami memilih asik melihat ponsel sendiri, karena ponsel juga teman kami. Kami curhat kepada ponsel. Hanya dengan membuat status sedih maka ramai teman yang akan menghampiri. 

Jalan-jalan adalah kebutuhan. Kebutuhan untuk mengoleksi foto pribadi dan membanjiri media sosial dengan foto selfi. Peta tidaklah dibutuhkan sebab ada GPS yang bisa diandalkan. Naik gunung dan main di pantai jadi idaman meski kemudian sampah bawaan ditinggalkan. Tak peduli persiapan, yang penting bisa foto dengan latar tempat yang sedang jadi bahan pembicaraan. Kami adalah generasi yang mencintai alam dengan slogan dan stiker tempelan. 

Prinsip kami manusia adalah makhluk sosial. Itu sebabnya kami sangat cepat dalam membantu menyebarkan berita tentang kawannya kawan kami. Tanpa peduli itu berita ciptaan atau kenyataan. Yang penting kawan kami senang dan media sosial ramai membicarakan. Gotong royong jadi kewajiban yang dibiasakan, gotong royong menyebarkan berita tanpa sumber, atau gotong royong mem-bully­ tanpa tahu masalah inti. Kami adalah generasi sosial yang jika keluar dari kerumunan perlu untuk disingkirkan, sebab berbeda itu kesalahan. 

Kami berdoa dengan menulis. Menulis kata ‘amin’dan berpikir Tuhan akan mengabulkan. Padahal panggilan dari Tuhan tak jarang kita abaikan. Doa untuk orang tua pun dapat dilakukan dengan mudah. Tinggal memberi tanda suka meski sering lupa menelpon ayah dan bunda. 

“Dunia dalam genggaman” adalah kenyataan bagi kami. Berkat ponsel pintar yang kadang kami gunakan tanpa menggunakan kepintaran. Dengan sedikit keuletan belajar aplikasi editan, kami menjadi cantik dan rupawan. Koran sudah ketinggalan zaman. Kini informasi dapat mudah didapatkan. Sumber akurat tak lagi jadi soalan. Yang penting kita tahu berita dan gossip di luaran. 

Dan inilah kami. Generasi masa kini. Yang siap menyambut masa depan dengan segala kecanggihan dan keinstanan. Kami, adalah aku, kamu, dia, kita dan mereka

Komentar