Catatan kecil : Di antara Karawang-Bekasi

Kadang kita harus membesarkan keegoisan. Mengeyampingkan perasaan. Mengedepankan tujuan. Tapi kita manusia perasa. Sedikit banyak perasaan akan terlibat. Butuh waktu untuk jadi benar-benar tahu kapan harus jadi batu.

Banyak yang mengeluh padaku. Tentang sendiri, tentang tak dimengerti, tentang sulitnya untuk saling, tentang hati dari jiwa yang sendiri dan tentang masing-masing. Kataku, sulit untuk tidak sendiri saat kita memilih untuk jadi diri kita sendiri. Setiap individu yang mengagungkan keorisinilan diri akan selalu dirudung sendiri sampai nanti mereka bertemu golongannya, yang memilih sendiri, lari dari kerumunan daripada terjebak pada kesamarataan.
Pilihan.

Kadang aku juga bertanya, perlukah kita dimengerti? Untuk apa kita dimengerti? Agar mereka tidak menjastifikasi atas diri kita? Toh kita semua berbeda. Bukankah sebuah keharusan untuk menerima bahwa setiap manusia itu tak akan pernah sama? Oh, atau mungkin saja itu bukan keharusan bagi mereka yang belum pernah membaca kalimat "everybody is unique". Ya aku tak akan memaksa. Toh kadang hanya kita yang perlu mengerti diri kita, jadi aku tak ingin melakukan hal yang tak ingin diperlakukan padaku.

Dan untuk sebuah kesalingan. Entahlah, aku sendiri masih belum mampu mendefinisikan kata saling. Saling seperti apa? Saling dengan siapa? Saling untuk tujuan apa? Saling yang sampai batas mana? Aku masih mencerna. Butuh lebih dari satu individu untuk dapat memecahkan definisi kata saling. Apakah itu kata kerja atau kata benda.

Lalu aku penasaran. Mana yang lebih penting atau lebih sulit? Berdamai dengan diri sendiri atau berdamai dengan mereka? Dimengerti, sendiri, saling, itu adalah hal-hal yang perlu keterlibatan orang lain. Mana yang lebih kita butuhkan? Dimengerti oleh orang lain atau mengerti diri kita sendiri? Saling bersama orang lain atau mencoba untuk menyelaraskan dua sisi dalam pribadi kita?
Tiba-tiba hujan mengetuk kaca jendela.

Dan kau tahu? Aku ditertawakan kekalahan. Nyatanya kalimat-kalimat itu sangat sulit untuk dikerjakan. Aku marah? Tentu. Apa aku terjebak di dalamnya? Aku tak mau. Bahwa hidup adalah tentang perjuangan tanpa henti. Berjuang melawan diri sendiri sekaligus berjuang untuk berdamai dengan diri sendiri.








[Di tengah riuh gelak tawa. Aku yang sedang menata. Senyum. Sebagai tanda bahwa aku bahagia dan baik-baik saja]
Antara Karawang-Bekasi
13.51
Antara hujan dan sengat matahari

Komentar