[Kasodo 2015] Kawasaki KLX 150 #2

Bromo, 1 Agustus 2015

Suhu udara malam itu, sekitar 20 derajat celcius langsung menembus celana jeans si saya. Untungnya sempat di dobel dengan celana gunung adiknya BG. Meski kependekan tapi cukup untuk menghangatkan. BG memacu motor membelah dinginnya malam di Batu mengarah ke tenggara, desa Tumpang. Sembari kami mencari tukang tambal ban untuk menambah angin (mungkin efek yang di bonceng gemuk. Abaikan). Tapi nyatanya gak mudah mencari tambal ban pada saat tengah malam begini. Hingga akhirnya sampailah kami di tempat peristirahatan terakhir sebelum memasuki Taman Hutan Raya Bromo Tengger Semeru. Kami berhenti sebentar untuk minum obat masuk angin. Selain untuk menghangatkan, juga untuk meredam batuk yang sama-sama sedang kami rasakan. Setelah tanya sana sini, ternyata gak ada tambal ban diatas. Setelah menimbang akhirnya kami memutuskan untuk memutar balik ke bawah mencari tambal ban sekali lagi. Daripada kami nekat naik dengan kondisi ban yang kurang maksimal, resiko lebih besar lagi. 

Tepat dipertigaan saat akan memasuki Tumpang, kami menemukan tambal ban dengan kondisi tutup dan terpakasa menggedor pintu si empunya. Dirasa sudah ok, kami kembali ke atas. BG memacu motor lebih kencang karena dia khawatir aku tertinggal acara kasodo. Memasuki Taman Hutan Raya Bromo Tengger Semeru, sekitar 2 km setelah pintu masuk, tepat dipersimpangan jalur Bromo dan Semeru, kami dihadapi medan jalan yang cukup wow. Dengan kondisi jalan hancur, berbatu dan berdebu ditambah kecuraman sekitar 35 derajat dan juga terjal, memaksa si saya untuk turun dan berjalan kaki agar memudahkan BG mengendalikan motor. Tak terbayang, kami saja yang menggunakan motor trail harus seperti ini, bagaimana mereka yang memakai motor biasa? Luar biasa pasti. 
Setelah dua kali menghadapi jalan seperti itu kami memasuki area berpasir. Dimana dibutuhkan keahlian mengendarai motor yang lihai dan refleks yang baik. Pukul 01.30 motor kami berpacu mencari jalan. Karena malam(meski saat itu sedang terjadi blue moon, kami tetap buta arah karena dengan padang pasir yang amat luas juga tidak ada jalur yang pasti membuat kami berkali-kali memasuki area berpasir yang cukup dalam dan membuat motor oleng bahkan sempat beberapa kali nyaris jatuh, dan juga jatuh mungkin jiga BG tidak menahan dengam refleks. Suara keramaian mulai terdengar tapi kami masih belum bisa menemukan sumber suara juga cahaya. Kami berada di sebalik bukit teletubies dan mengarah ke pasir berbisik yang nanti akan bertemu gunung batok. Dalam suhu yang mendekati 16 derajat (tebakan si saya), jari jari si saya mulai membeku. Bahkan jemari BG sudah mulai kaku semenjak memasuki area berpasir. Si saya ketar ketir karena takut BG kram. Pukul 02.10 kami tiba di Pura Luhur Poten, pura utama tempat dilaksanakannya ritual kasodo, sekaligus pemilihan dukun untuk tahun ini. Sangat ramai dan berantakan. Itu kesan si saya saat turun dari motor. Seperti pasar malam. Banyak para muda mudi yang berkumpul dengan kelompoknya entah dengan motor atau jeep dan mereka membuat api seolah-olah sedang camping juga pedagang makanan yang entah bisa banyak seperti itu. Kami langsung naik ke Pura Luhur Poten dsn ternyata ritual belum dimulai. Masih acara mengumpulkan sesaji. 

Pada dukun dari semua desa berkumpul dan komat kamit. Lurah dukun, ketua dari seluruh dukun duduk ditengah juga sibuk komat kamit. Para penduduk yang datang segera menyerahkan sesaji sambil didoai agar hasil panen tahun depan melimpah. Si saya dan BG asik memotret meski suhu mencapai 15 derajat. Si saya jadi suka memainkan asap yang keluar dari mulut. Berasa di Eropa. Norak? Biarkan haha. Pukul 03.00 ritual dimulai, yaitu 'pengujian' calon dukun oleh lurah dukun. Sang calon dukun duduk ditengah sambil komat kamit dan lurah dukun duduk dibelakangnya dengan telapak tangannya menempel pada punggung calon dukun. Seolah-olah sedang merasai tenaga dalam sang calon dukun. Setelah diumunkan kelulusan para calon dukun, para dukun beserta keluarga juga lurah dukubln bergegas naik menuju kawah gunung Bromo. Pukul 04.00 lewat rombongan meninggalkan Pura Luhur Poten. Si saya dan BG mengikuti dari belakang juga dengan para wisatawan dan fotografer yang sedari tadi sibuk dengan kamera masing-masing. 

Menjelang naik ke tangga kawah, si saya dan BG memilih menunggu karena penuhnya tangga dan dirasa cukup bahaya, apalagi kami lupa bawa headlamp . Saat matahari mulai terbit, kami masih dibawah dan ternyata memotret matahari terbit dari anak kawah menjadi salah satu spot selain Pananjakan I dan Pananjakan II.
Ada satu moment yang mengharu biru juga menyadarkan si saya tentang kekuasaan Allah. Ketika itu matahari sudah muncul di ufuk timur dan di sebelah barat, tepat di sebelah gunung Batok, bulan masih bulat terang benderang. Allahuakbar....
Pagi yang menakjubkan. Dinginnya Bromo pagi itu tidak mengurungkan niat si saya buat naik ke kawah meski bau belerang bercampur gas sangat terasa hingga si saya dan BG menangis dan batuk hebat. Awalnya BG menolak naik namun akhirnya kami berhasil mencapai puncak dengan keterkejutan si saya saat di puncak. Di bibir kawah, banyak para suku tengger yang membuka tenda untuk menangkap sesaji yang dilempar ke dalam kawah. Mereka bahkan tak segan meminta kami, para pengunjung untuk melempar sesaji atau sekedar selembar uang dua ribuan. Terasa miris memang. Belum lagi sampah yang berserakan. membuat si saya kehilangan momen 'naik gunung'. Tapi memang begitu hakikatnya, ketika kita pergi ke suatu tempat dan sedang berlangsung suatu acara atau momen, ya kita mungkin tidak bisa menikmati momen atau atmosfir si tempat tersebut. 

Setelah puas mengumpulkan moment melalui kamera, si saya dan BG memutuskan untuk pulang. Masih pukul 07.00 pagi kami turun dari kawah Bromo dengan pertimbangan jika kami pulang lebih siang, kami akan berpapasan dengan pengunjung lain yang memakai jeep dan pastinya akan menyulitkan kami didalam perjalanan (debu). Dalam perjalanan kembali, kami menyempatkan diri mampir di Pasir Berbisik. Sebenarnya bukan sengaja mampir, tapi karena mesin motor masih dingin. Ya, beku, bahkan es menempel di jok saat kami mau pulang. Sambil memanaskan mesin motor, BG duduk meluruskan kaki. Si saya jelalatan mencari momen untuk memotret dan hap !. Beberapa momen sempat diabadikan. Buat yang mau liat, boleh cek IG kita kakak (promosi, catatan.kaki).
Pukul 09.30 Kami bergegas berangkat apalagi melihat rombongan mobil jeep sudah mulai turun dan membuat debu naik keatas seolah-olah kabut sedang turun. Lalu tibalah kami di jalan rusak yang dini hari tadi kami lewati. Kini medan lebih menantang dengan debu yang berterbangan dan mobil jeep didepan kami sehingga membuat kami susah untuk melaju. Tapi itulah esensi dari perjalanan kali ini. Perjuangan. Sesampainya di jalanan beraspal, kami istirahat sebentar. BG memilih sebuah lokasi yang menyerupai tebing dimana si saya bisa melihat Semeru dari kejauhan dibalik bukit. Perasaan syahdu yang mengharu biru memenuhi rongga dada. Ada sebuah foto yang mewakili keterharuan si saya saat itu. Monggo cek IG si saya lagi (promosi, lagi). 

11.00 menjelang tengah hari kami sudah berada di jalan raya dan menyempatkan diri istirahat sebentar didepan sebuah minimarket. Setelah dihitung-hitung, selama perjalanan pulang ini kami jadi sering berhenti. Mungkin efek punggung atau bokong yang pegal, secara jok motor trail kerasnya sesuatu sekali. Si Saya dan BG bercerita banyak hal, terutama tentang tren pendakian saat ini, Tapi gak akan si saya bahas sekarang, akan si saya buat postingan khusus agar lebih terperinci. 

13.00 Tepat kami sudah sampai di rumah BG setelah sebelumnya mengembalikan motor trail sewaan kami. Si saya dan BG langsung meluruskan kaki di teras rumah lalu disambut dua gelas besar teh yang harum dan nikmat. Sambil menunggu makan siang, kembali si saya bertukar cerita, mulai dari soal pendakian hingga fotografi hingga datanglah makan siang yang dimasak sendiri oleh ibu BG yang sangat ramah. Nasi pecel, tempe goreng, tahu goreng dan kerupuk menjadi santapan si saya siang itu. Sebuah kesederhanaan yang membahagiaakan, ketika mereka yang tidak sedarah sekandung begitu tulus memberi dan mengasihi. 
Panjang lebar kami bicara hingga tak terasa sudah pukul 16.00 . Terpaksa kami sudahi kami belum istirahat hampir 20jam. Si saya istirahat dan bebersih lalu ngobrol ngalor-ngidul dengan ibu dan adik BG hingga akhirnya rencana si saya untuk menikmati suasana malam alun-alun Batu batal akibat ngantuk.  Hahaha


Menyesal? tidak. Karena itu menjadi alasan si saya untuk kembali suatu hari nanti...
Insya Allah

Komentar